Pages Categories

10 April 2011

Psikoanalisa, Sexual Addiction Disorder, Metafora dan Dinamika Hubungan Antar Tokoh Dalam Film “Love At The Time Of Cholera” (PART 1/3)



**Film adaptasi dari Novel Karya penerima Nobel Sastra 1982 Gabriel García Márquez, “El Amor En Los Tiempos Del Cólera”

Latar Belakang
Pemahaman tentang “Aku” dan konsep “Diri” telah lama dipelajari dalam dunia kejiwaan/psikologi. Dalam tiap dekade studi kejiwaan mengalami penyempurnaan secara teoritis. Konsep ini kemudian semakin populer diaplikasikan dalam dunia seni, seperti sastra, film, teatrikal bahkan musik sekalipun. Pemahaman ini kemudian berkembang sesuai dengan pengembangan masing-masing cabang ilmu dan menjadi hal yang menarik untuk dikaji secara lebih mendalam, hingga memperoleh sebuah penjelasan sebab-akibat dari suatu fenomena diri dan ke”aku”an.
Psikoanalisa dapat menjelaskan konsep yang muncul dari film berkategori fiksi. Terutama sekali terhadap film drama fiksi yang menekankan aspek hubungan (psikologi dan sosial) di dalam masyarakat. Hal ini terkait dengan posisi “Diri” dan “Yang Lain” (selain diri) seperti dalam psikoanalisa Jacques lacan, seorang anomali psikologi yang lebih menekankan pemahaman tentang subjek. Hal ini yang akan dibaca dalam film “Love at time of cholera”.
Dalam film-film romantis ber-genre drama fiksi, makna filosofis film biasanya akan diinterpretasi oleh masing masing individu dalam konteks sosial mereka apalagi bila film tersebut berasal dari sastra tulisan yang banyak menggunakan ungkapan, metafora, hiperbolis dan istilah dalam bentuk tulisan. Hal ini dapat dilihat di film “love in the time of cholera”. Film ini merupakan karya sastra tulisan yang dirubah menjadi karya visual yang penuh perumpamaan. Perumpamaan sendiri merupakan hal yang lumrah untuk penggambaran visual, Sebab sangat tidak mudah untuk merepresentasikan hal/ide yang abstrak melalui bahasa visual yang langsung. Hal ini juga dibutuhkan untuk memperluas persepsi dan pandangan tentang film, termasuk membebaskan interpretasi subjektif penonton, agar film dapat menjadi “wilayah” pemaknaan individu yang paling bebas dan luas.
Banyak nilai yang terkandung dalam film Drama romantis yang di rilis pada akhir tahun 2007 ini. Kisah dalam film ini tentunya tidak jauh dari cerita percintaan dan hubungan segitiga. Bila Shakspeare menciptakan roman Romeo and Juliet, maka Gabriel membuat roman antara Florentino Ariza dan Fermina Daza di Colombia. Cerita percintaan selalu membawa bumbu dramatisasi yang terkadang cukup hiperbolis. Begitu juga dengan kisah yang ditulis Gabriel ini. Namun, walaupun cukup dramatis, akhir cerita dapat dikatakan “happy ending”. Berbeda dengan roman Romeo Juliet atau San Pek Eng Tay yang berakhir tragis.
Nilai dalam film ini terletak pada banyaknya konsep yang muncul yang merupakan gambaran nyata kehidupan sehari-hari. Perspektif Psikoanalisa sangat tepat untuk membedah kedalaman prilaku yang terjadi antara tiap karakter yang dibangun dalam cerita. Hubungan dua orang, selalu di imbangi dengan hubungan lainnya dalam dunia sosial yang sama. Dalam cerita ini digambarkan hubungan cinta segi tiga antara Florentino, Fermina Daza dan Dr Urbino. Namun, dalam perspektif psikologis yang lebih luas, banyak tercipta makan hubungan antara semua tokoh, yang dinilai cukup dalam dan bermakna. Hubungan inilah yang merupakan bentuk nyata yang juga terjadi dalam kehidupan sosial kita.

Film Adaptasi Sastra Fiksi

“Love in the time of cholera” diadaptasi dari karya fiksi Gabriel García Márquez dengan judul aslinya “El Amor En Los Tiempos Del Cólera”. Gabriel sendiri adalah penerima nobel dalam bidang sastra pada tahun 1982. Tentu saja karya nya tidak asing bagi penikmat seni sastra dan linguistik. Hal ini tergambar dari beberapa karya gabriel yanag sangat puitis dan cerdas dalam memainkan bahasa pada setiap karyanya, seperti Chronicle of a Death Foretold, Love and Other Demons atau No One Writes to the Colonel.
Dalam bentuk aslinya, cerita ini berlangsung selama 50 tahun lebih, dan terangkum apik dalam 350 halaman cerita. Namun dalam bentuk film, hanya berlangsung selama lebih kurang 120 menit. Dapat diterka, banyak sekali lompatan cerita dan penggambaran tergesa-gesa dalam film ini. Hal ini berdampak pada kurangnya totalitas cerita, dan penonton kurang dapat menikmati setiap alur yang dibangun dalam film. Idealnya, naskah untuk film memang harus diciptakan secara khusus karena film memiliki karakter yang berbeda dari karya sastra. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ingmar Bergman, sutradara dari Swedia, yang menegaskan bahwa drama film yang orisinil mutlak diperlukan karena menurut pendapatnya, film tidak ada kaitannya dengan karya sastra.

2 komentar:

Craig mengatakan...

are you a director??

refi mengatakan...

nope, im not.. but my basic as a tv producer in local television in west sumatera. thx for ask craig :)