**Film adaptasi dari Novel Karya penerima Nobel Sastra 1982 Gabriel
García Márquez, “El Amor En Los Tiempos Del Cólera”
Latar
Belakang
Pemahaman tentang “Aku” dan konsep
“Diri” telah lama dipelajari dalam dunia kejiwaan/psikologi. Dalam tiap dekade
studi kejiwaan mengalami penyempurnaan secara teoritis. Konsep ini kemudian
semakin populer diaplikasikan dalam dunia seni, seperti sastra, film, teatrikal
bahkan musik sekalipun. Pemahaman ini kemudian berkembang sesuai dengan
pengembangan masing-masing cabang ilmu dan menjadi hal yang menarik untuk
dikaji secara lebih mendalam, hingga memperoleh sebuah penjelasan sebab-akibat
dari suatu fenomena diri dan ke”aku”an.
Psikoanalisa dapat menjelaskan
konsep yang muncul dari film berkategori fiksi. Terutama sekali terhadap film drama
fiksi yang menekankan aspek hubungan (psikologi dan sosial) di dalam
masyarakat. Hal ini terkait dengan posisi “Diri” dan “Yang Lain” (selain diri)
seperti dalam psikoanalisa Jacques lacan, seorang anomali psikologi yang lebih
menekankan pemahaman tentang subjek. Hal ini yang akan dibaca dalam film “Love at time of cholera”.
Dalam film-film romantis ber-genre drama fiksi, makna filosofis film
biasanya akan diinterpretasi oleh masing masing individu dalam konteks sosial
mereka apalagi bila film tersebut berasal dari sastra tulisan yang banyak
menggunakan ungkapan, metafora, hiperbolis dan istilah dalam bentuk tulisan. Hal
ini dapat dilihat di film “love in the
time of cholera”. Film ini merupakan karya sastra tulisan yang dirubah
menjadi karya visual yang penuh perumpamaan. Perumpamaan sendiri merupakan hal
yang lumrah untuk penggambaran visual, Sebab sangat tidak mudah untuk
merepresentasikan hal/ide yang abstrak melalui bahasa visual yang langsung. Hal
ini juga dibutuhkan untuk memperluas persepsi dan pandangan tentang film,
termasuk membebaskan interpretasi subjektif penonton, agar film dapat menjadi
“wilayah” pemaknaan individu yang paling bebas dan luas.
Banyak nilai yang terkandung dalam
film Drama romantis yang di rilis pada akhir tahun 2007 ini. Kisah dalam film
ini tentunya tidak jauh dari cerita percintaan dan hubungan segitiga. Bila Shakspeare
menciptakan roman Romeo and Juliet,
maka Gabriel membuat roman antara Florentino Ariza dan Fermina Daza di
Colombia. Cerita percintaan selalu membawa bumbu dramatisasi yang terkadang
cukup hiperbolis. Begitu juga dengan kisah yang ditulis Gabriel ini. Namun,
walaupun cukup dramatis, akhir cerita dapat dikatakan “happy ending”. Berbeda dengan roman Romeo Juliet atau San Pek Eng
Tay yang berakhir tragis.
Nilai dalam film ini terletak pada
banyaknya konsep yang muncul yang merupakan gambaran nyata kehidupan
sehari-hari. Perspektif Psikoanalisa sangat tepat untuk membedah kedalaman
prilaku yang terjadi antara tiap karakter yang dibangun dalam cerita. Hubungan dua
orang, selalu di imbangi dengan hubungan lainnya dalam dunia sosial yang sama. Dalam
cerita ini digambarkan hubungan cinta segi tiga antara Florentino, Fermina Daza
dan Dr Urbino. Namun, dalam perspektif psikologis yang lebih luas, banyak
tercipta makan hubungan antara semua tokoh, yang dinilai cukup dalam dan
bermakna. Hubungan inilah yang merupakan bentuk nyata yang juga terjadi dalam
kehidupan sosial kita.
Film
Adaptasi Sastra Fiksi
“Love in the time of cholera” diadaptasi dari karya fiksi Gabriel García Márquez dengan
judul aslinya “El Amor En Los Tiempos Del
Cólera”. Gabriel sendiri adalah penerima nobel dalam bidang sastra pada
tahun 1982. Tentu saja karya nya tidak asing bagi penikmat seni sastra dan
linguistik. Hal ini tergambar dari beberapa karya gabriel yanag sangat puitis
dan cerdas dalam memainkan bahasa pada setiap karyanya, seperti Chronicle
of a Death Foretold, Love and Other Demons atau No One Writes
to the Colonel.
Dalam bentuk aslinya,
cerita ini berlangsung selama 50 tahun lebih, dan terangkum apik dalam 350 halaman
cerita. Namun dalam bentuk film, hanya berlangsung selama lebih kurang 120
menit. Dapat diterka, banyak sekali lompatan cerita dan penggambaran
tergesa-gesa dalam film ini. Hal ini berdampak pada kurangnya totalitas cerita,
dan penonton kurang dapat menikmati setiap alur yang dibangun dalam film. Idealnya,
naskah untuk film memang harus diciptakan secara khusus karena film memiliki
karakter yang berbeda dari karya sastra. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Ingmar Bergman, sutradara dari Swedia, yang menegaskan bahwa drama film yang
orisinil mutlak diperlukan karena menurut pendapatnya, film tidak ada kaitannya
dengan karya sastra.
2 komentar:
are you a director??
nope, im not.. but my basic as a tv producer in local television in west sumatera. thx for ask craig :)
Posting Komentar