Pages Categories

19 Oktober 2010

Industri Hiburan Lokal Dalam Ekonomi Gelombang ke-4

 Latar Belakang

Budaya dan kebudayaan merupakan bahan baku tak terbatas yang dapat diolah oleh tangan-tangan kreatif, untuk menjadikan Indonesia sebagai negara siap saing dalam arus ekonomi gelombang ke-empat. Ekonomi gelombang keempat, disinyalir sebagai lanjutan ekonomi ke-tiga yang berbasis teknologi informasi. Pada gelombang keempat, perekonomian diprediksi berbasis industri jasa, yang merupakan lahan basah tumbuhnya industri kreatif, terutama di negara multi etnis seperti Indonesia.


Babak permulaannya telah dilaksanakan dengan mencanangkan cetak biru tahun kreatif 2009-2025 oleh Departemen Perdagangan dan visi Indonesia 2030 oleh Yayasan Indonesia Forum. Ekonomi kreatif dan industri kreatif mulai marak dibicarakan di Indonesia, sejak tahun 2006. Pemerintah mencatat pertumbuhan ekonomi kreatif pada tahun 2006 cukup tinggi, bahkan melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi kreatif di atas rata-rata nasional pada 2006 mencapai 7,3%, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional hanya 5,6%. Selama 2002-2006, industri kreatif menyerap sekitar 5,9 juta pekerja dan menyumbang Rp 81,5 triliun atau 9,13% terhadap total ekspor nasional. (www.pikiranrakyat.com).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian dengan yakin mencanangkan bahwa mulai tahun 2009 merupakan tahun perekonomian kreatif Indonesia hingga cetak biru perekonomian kreatif 2025. Hal ini berarti sektor jasa dan pariwisata akan menjadi sumber devisa terbesar negara setelah industri manufaktur dan pertanian. (www.sinarharapan.com)

UNESCO sendiri pada tahun 2003, juga mengeluarkan rilis resmi mengenai definisi industri kreatif ini sebagai suatu kegiatan yang menciptakan pengetahuan, produk, dan jasa yang orisinal, berupa hasil karya sendiri. Definisi industri kreatif dari Departemen Perdagangan RI adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeskploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Sementara ekonomi kreatif didefinisikan sebagai sistem kegiatan manusia yang berkaitan dengan produksi, distribusi, pertukaran serta konsumsi barang dan jasa yang bernilai kultural, artistik dan hiburan. Ekonomi kreatif bersumber pada kegiatan ekonomi dari industri kreatif. (www.deperindag.go.id)

Kreatif industri sudah ada sejak jaman dahulu. Bahkan, UK government department of culture pernah menyebutkan, kegiatan apapun yang dilakukan oleh seseorang, dengan mengandalkan kreativitas, keahlian, dan bakatnya, yang memiliki potensi ekonomi dan mampu menciptakan peluang kerja bagi banyak orang, dapat dikatakan sebagai industri kreatif. Mark Vinet (2005) dalam publikasinya dalam buku Entertainment Industry menyatakan ruang lingkup industri kreatif terkait dengan industri hiburan ke dalam beberapa bagian antara lain; music, books movies, television, radio, internet, video games, theater, fashion, sport, art, dan contract merchandesing. (Vinet, 2005:4)

Sesuai dengan definisinya, kreatif industri sangat mengandalkan kreativitas, keahlian, dan bakat seseorang. Artinya, sumber daya manusia menjadi hal terpenting untuk menciptakannya. Mengingat bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi penduduk yang sangat besar, bisa dikatakan industri kreatif sangat cocok untuk dikembangkan di negeri kita ini. Nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa di era kreatif tidak lagi ditentukan oleh bahan baku atau sistem produksi seperti pada era industri, tetapi pada pemanfaatan kreativitas dan inovasi.

Industri tidak dapat lagi bersaing di pasar global dengan hanya mengandalkan harga atau mutu produk saja, tetapi bersaing berbasiskan inovasi, kreativitas dan imajinasi. industri kreatif memerlukan kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan emosional seseorang. Penggabungan kekuatan akal dan seni dalam diri manusia akan membuat industri kreatif mempunyai karakter yang khas. Tidak semua orang dapat menggabungkan potensi akal dan seni. Potensi akal digunakan untuk mengangkat, mengembangkan, dan memasarkan produk. Sedangkan potensi seni digunakan untuk menghasilkan produk-produk kreatif yang menarik, khas, dan artistik.

Sesuai dengan istilah industri kreatif, dalam proses produksinya, industri ini memerlukan new concept, inovasi, terobosan baru, dan keberanian dalam mengangkat sesuatu untuk dijadikan komoditas yang laku dijual. Peluang industri kreatif sangat besar, sebab industri berbasiskan kreativitas manusia. Lebih strategis lagi, industri kreatif sangat berguna untuk mengangkat potensi lokal yang sering kita agung-agungkan. Industri kreatif tidak memerlukan teknologi canggih dan modal usaha yang besar. Bahan bakunya sangat banyak di sekitar kita. Di samping itu, industri ini bersumber dari kekayaan produk lokal sehingga tidak mungkin orang asing akan menguasai produk industri kreatif.

Secara ideal, industri kreatif dapat pula meningkatkan identitas kebudayaan. Setidaknya dapat memberikan dua manfaat utama: 1. Tradisi yang ada dalam masyarakat akan lebih populer dan dikenal banyak orang sehingga generasi muda dan orang lain dapat terus mengenang tradisi itu. Bila tradisi tidak dikemas dalam produk budaya populer, maka generasi muda cenderung melupakannya dan orang lain pun enggan melihatnya. 2. Pengangkatan tradisi melalui industri kreatif dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat. Pelaku tradisi sering berhadapan dengan persoalan keuangan sebab tradisi yang mereka jalankan tidak dapat menghasilkan uang. Tetapi bila tradisi itu dapat dikemas ke dalam produk industri kreatif, maka ia akan dapat menghasilkan uang yang dapat berguna bagi pelaku tradisi dan masyarakat.

Mencapai Indonesia kreatif yang berbudaya, tentunya memerlukan implementasi prinsip komodifikasi budaya yang bermartabat. Selain sebagai national identity, budaya dan kebudayaan dan sentuhan local content merupakan nilai jual yang dapat diperkenalkan secara luas, sebab budaya dan kebudayaan merupakan hal yang unik dari setiap wilayah diseluruh belahan bumi. menjadikan nilai guna (uses value) budaya dan kebudayaan sebagai nilai tukar (exchange value), adalah salah satu cara membangkitkan keistimewaan industri hiburan lokal, apapun bentuknya, muali dari media, film, kerajinan, musik hingga pariwisata.

Alvin Toffler dan Ekonomi Gelombang Ke-tiga

Alvin Toffler merupakan salah seortang futuris yang mencoba memberikan penjelasan tentang konsep manusia di masa datang. Konsep pemikiran Alvin Toffler ini diawali dari artikelnya yang dirumuskan dengan istilah future shock. Artikel ini melukiskan tentang tekanan dan disorientasi hebat yang dialami oleh manusia jika terlampau banyak dibebani perubahan dalam waktu terlampau singkat, jelasnya bahwa kejutan masa depan bukan lagi merukan bahaya potensial yang masih jauh tetapi merukan penyakit nyata yang diderita oleh semakin banyaknya manusia.

Kondisi psikologis-biologis ini dapat digambarkan dengan terminologi medis dan psikiatri. Penyakit ini ialah penyakit perubahan ( Toffler,1989:10) Menurut Trotsky manusia yang akan datang itu “manusia akan lebih kuat, lebih pintar, dan cepat mengerti, badannya akan lebih serasi, gerakannya lebih berirama, sauranya lebih merdu. Gaya hidupnya kan mempunyai kualitas yang sangat dramatis dari rata-rata manusia itu akan setingkat Aristoteles, Goethe, dan Marx.” Bagi Frantz Fanon “ Kedatangan manusia baru akan mempunyai pikiran baru.” Menurut Tofller masa depan adalah sebuah gelombang perubahan.

Setiap kali gelombang perubahan yang tunggal menguasai suatu masyarakat tertentu maka pola perkembangan masa depannya relative untuk diamati. Sebaliknya, bila suatu masyarakat sedang dilanda dua tau lebih gelombang perubahan besar dan belum jelas yang mana yang dominant, maka citra manusia masa depan itu menjadi retak. (Toffler,1990). Alvin Toffler dalam bukunya yang berjudul The Third Wave menyebutkan bahwa ada tiga era di dalam dunia ini, pertama era pertanian, kedua era industri dan terakhir adalah era informasi.

Seiring dengan semakin cepatnya perkembangan teknologi, informasi semakin memegang peranan penting dalam perkembangan zaman sehingga dibutuhkan suatu sistem yang menangani perpindahan informasi bukan saja harus akurat tetapi juga harus cepat. Perpindahan informasi yang sangat cepat antar individu menjadi titik dimulainya zaman baru yang dinamakan era informasi, pada era informasi, mobilitas dan aksessibilitas informasi perlu dibarengi dengan infrastruktur-infrastruktur terkait yang berfungsi sebagai penggerak zaman baru ini.  

The First Wave, Terbentuknya Masyarakat Pertanian

Ditemukannya api mulai mengubah menu makanan nenek moyang kita, dari makanan yang berupa daging mentah menjadi matang, sekaligus mereka mulai mengenal tumbuh-tumbuhan sebagai makanan. Cara hidup yang berpindah-pindah juga berubah, mereka mulai menetap dan terbentuklah daerah-daerah pemukiman. Didaerah pemukiman tersebut, mereka mulai bercocok tanam dan sedikit demi sedikit masyarakat pertanian mulai terbentuk. Pertanian selalu melibatkan dua unsur utama, yaitu tanah dan tenaga kerja manusia. Makin lama peran kedua unsur tersebut makin besar, sehingga penguasaaan tanah dan perbudakan manusia menjadi inti kekuasaan feodalisme yang mencengkeram kebebasan manusia.  

The Second Wave, Terbentuknya Masyarakat Industri

Dengan diketemukannya mesin uap oleh James Watt sekitar 350 tahun lalu, manusia mulai memasuki jaman industri. Adanya berbagai macam mesin ini ternyata bisa memberikan alternatif baru bagi petani dalam mencari nafkah. Disamping itu, mesin-mesin juga menciptakan lapangan kerja baru yang mana juga bisa diartikan, bahwa pemanfaatan tenaga kerja manusia makin banyak ragamnya. Pada masyarakat industri, energi yang ada bersumber pada batu bara, minyak, gas, dan bahan bahan fosil. Penyerapan kedalam cadangan energi bumi ini memberikan bantuan tersembunyi bagi peradaban industri dan mempercepat perkembangan ekonomi.

Industrialisasi menimbulkan mesin-mesin elektronik yang hebat. Pada teknologi ini serombongan industri muncul memberikan peradaban industri yang memadai. Kota kota dengan pabrik pabrik yang besar bermunculan. Dari pusat-pusat industri mengalirkan berjuta-juta produk seperti halnya kemeja, sepatu, arloji, mainan, sabun, shampoo, kamera, senjata dan motor-motor elektronik. Dengan demikian, tidaklah heran kalau saat ini kita bisa melihat secara keseluruhan peradaban industri telah mencakup 1 milyar manusia atau sekitar ¼ penduduk dunia.

The Third Wave, Terbentuknya Masyarakat Informasi

Dalam kasus yang lain, membumbung tingginya biaya produksi dan faktor keterbatsan sumber daya, telah memaksa masyarakat industri untuk terus melakukan pelbagai penelitian dan penemuan dengan menggunakan pelbagai teknologi tinggi. Batu bara, rel kereta api, tekstile, baja, mobil, karet, alat-alat dan mesin pabrik pada akhirnya bisa digolongkan sebagai industri klasik dalam era industri. Teknologi yang tinggi telah meyakinkan manusia untuk bisa memenuhi kebutuhan utamanya, ataupun menyelesaikan pekerjaan utamanya dalam waktu yang lebih singkat, sehingga mempunyai sisa waktu yang lebih banyak untuk digunakan dalam berbagai kebutuhan lainnya, seperti misalnya: rekreasi, seni dan budaya, pendidikan, pengobatan, R & D, dalam bidang biotech-enginerring.

Yang terakhir ini disebut sebgai third manufacturing yang bertitik berat pada bidang pelayanan. Hal ini tercermin dalam struktur kependudukan dinegara maju, antara lain Amerika, dimana kaum petani hanya meliputi 2½ persen dari seluruh penduduk, tetapi hasilnya dapat memenuhi kebutuhan pangan di berbagai penduduk negara lain didunia. Kaum buruh ataupun kaum pekerja pabrik hanya merupakan 17% dari jumlah penduduk, sedang sisanya adalah pekerja “white collar” dibidang pelayanan. Perkembangan tersebut membawa masyarakat ketaraf hidup yang sangat tinggi dengan penghasilan yang jauh berbeda dengan penghasilan masyarakat dinegara negara berkembang.

Dari sinilah timbul perbedaan yang sangat mencolok antara nilai tenaga kerja dari negara maju dibanding dengan negara berkembang. Refleksinya terlihat benturan harga harga barang barang industri yang dihasilkannya, dan inilah yang menimbulkan proteksionisme. Sebenarnya benturan ini merupakan suatu proses alamiah pada perubahan alam, yaitu dari jaman industri menuju masyarakat informasi. sedangkan dalam praktek manajemen, lebih lanjut ia mengemukakan sumber perubahan yang akan terjadi adalah sebagai berikut :

1. Lingkungan fisik Penduduk semakin banyak, sumber alam semakin berkurang, ekosistem berpengaruh, sehingga muncul polusi dan ketidakseimbangan alam.
2. Lingkungan sosial Masyarakat semakin terdidik, tuntutan kualitas semakin besar, kriminalitas meningkat, tanggungjawab sosial semakin diharapkan.
3. Lingkungan informasi Informasi semakin penting, penguasaan informasi semakin diperlukan sedangkan yang menguasai informasi semakin berperan. Teknologi informasi semakin tinggi
4. Lingkungan politik Semakin besar keterlibatan perusahaan dalam ekonomi semakin besar dampaknya kepada politik dan semakin besar skalanya dari nasional, regional sampai pada politik internasional.
5. Lingkungan moral Manajer semakin dituntut berperilaku baik, beretika dan bermoral, nilai tradisional seperti kejujuran, integritas semakin penting, masyarakat semakin kritis. Perubahan global demikian cepatnya berjalan dan untuk dapat mengikuti trend yang ada masyarakat dituntut untuk lebih akomodatif dalam menerima perubahan.

Ekonomi kreatif dan Industri kreatif, Ekonomi Gelombang keempat

Ekonomi kreatif adalah kegiatan pemenuhan kebutuhan yang didasarkan pada intelektual, keahlian, talenta, dan gagasannya yang orisinal. Atau ekonomi kreatif adalah proses peningkatan nilai tambah hasil dari eksploitasi kekayaan intelektual berupa kreativitas, keahlian dan bakat individu mejadi prosuk yang dapat dikomersiilkan. Ekonomi kreatif dapat didefinisikan sebagai sistem kegiatan manusia yang berkaitan dengan produksi, distribusi, pertukaran serta konsumsi barang dan jasa yang bernilai kultural, atistik, dan hiburan.

Ekonomi kreatif bersumber pada kegiatan ekonomi dari industri kreatif. Secara umum, industri kreatif dalam Wikipedia didefinisikan sebagai industri yang berfokus pada kreasi dan eksploitasi karya kepemilikan intelektual seperti seni, film, permainan, atau desain fashion, dan termasuk layanan kreatif antar perusahaan seperti iklan. Pengembangan pola pikir ekonomi kreatif dapat dikembangkan dari pengertian industri kreatif.

“Creatives Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property. This includes: advertising, architecture, the art and antiques market, crafts, design , designer fashion, film and video, interactive leisure software, music, the performing arts, publishing, software and computer services, television & radio. Therefore, our definition of the creative economy is represented by the ‘cultural core.’ It includes occupations and industries that focus on the production and distribution of cultural goods, services and intellectual property. Excluded are products or services that are the result of non-culturallybased innovation or technology. While a broader notion of the creative economy is valuable to examine, we concentrate on what could be considered the cultural component of the creative economy. The occupations and industries we include in this cultural component are listed in the Appendix. The center circle, labeled “Cultural Core,” represents NEFA’s new research defi nition and is nested within a broader circle of creative industries. The band around the core labeled “Cultural Periphery” represents the occupation and industry categories that may be added to the core to customize a particular local creative economy study being done.” (sumber: New England Foundation of the Arts (NEFA) 

Dari beberapa pendefinisian tersebut dapat diperoleh pemahaman dasar mengenai ekonomi kreatif, antara lain:
• Industri pada dasarnya tidak hanya berfokus kepada produksi dari barang atau jasa, tetapi juga terhadap distribusi, pertukaran (sales, komersialisasi) serta konsumsi dari barang dan jasa. Hanya saja industri selalu dikaitkan dengan pabrikasi atau manufaktur (secondary industry), karena pada era industrialisasi ditandai dengan perkembangan secara dramatis dari industri manufaktur ini.
• Industri merupakan bagian dari ekonomi, atau bisa dikatakan industri merupakan segmentasi dari ekonomi (dalam upaya manusia untuk memilah-milah aktivitas ekonomi secara lebih mendetil).
• Industri dapat dibedakan menjadi sektor-sektor utama (versi wikipedia ada 4 sektor utama, kalau berdasarkan BPS ada 9 sektor utama), yang mendasari pembagian lapangan usaha. Kelompok industri kreatif ini (misalnya: musik, periklanan, arsitektur, dll) akan memiliki lapangan usaha yang merupakan bagian dari beberapa sektor industri. Sebagian besar dari lapangan usaha industri kreatif ini merupakan industri jasa. Contoh: Kerajinan akan terdiri dari sektor industri pengolahan dan kelompok sektor perdagangan, hotel dan restoran. Suatu produk yang berasal dari proses kreatif memiliki cirri-ciri sebagai berikut. 1. Siklus hidup yang singkat 2. Memiliki resiko relatif tinggi 3. Memiliki margin tinggi 4. Memiliki keanekaragaman yang tinggi 5. Memiliki persaingan yang tinggi 6. Mudah ditiru Kreatifitas muncul dari imajinasi pikiran yang paling dalam kemudian direalisasikan dalam bentuk kreativitas yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan. Bagi individu atau kelompok, kreativitas adalah sebuah imajinasi yang berkembang atau dikembangkan. Imajinasi dapat muncul dari berbagai sumber perenungan atau pengembangan dari proses melihat membaca, mendengar, bertata laku.

Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (BPS, Jakarta, 2006), ada 14 (empat belas) kelompok industri kreatif yang dianalogkan menjadi basis pengembangan ekonomi kreatif. Keempat belas kelompok tersebut adalah sebagai berikut. 1. Periklanan, Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan produksi iklan, produksi material iklan, termasuk tampilan iklan di media cetak dan elektronik 2. Film/video dan fotografi, Semua kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa fotografi, produksi film (termasuk penulisan skenario, sinematografi, dan lain-lain). 3. Musik, Semua aktivitas yang menyangkut proses produksi album lagu, rekaman suara, komposisi musik termasuk pertunjukan musik. 4. Arsitektur, Termasuk di dalamnya segala sesuatu yang berkaitan dengan tatakota, arsitektur taman, konstruksi bangunan, dan lain-lain. 5. Pasar seni dan barang antik, Sektor ini biasanya berkaitan dengan pengerjaan maupun perdagangan produk-produk antik termasuk di dalamnya hiasan. 6. Kerajinan, Sektor industri ini berkaitan dengan distribusi produk-produk kerajinan (aksesori, emas, kayu, kaca, porselen,dan lain-lain) 7. Desain, Sektor industri ini mencakup bidang desain grafis, interior, desain produk. Logo, branding, dan lain-lain. 8. Desain fashion, Termasuk di dalamnya aktivitas yang berkaitan dengan kreasi desain pakaian, aksesori, produksi pakaian, dan lain-lain 9. Permainan interaktif, Termasuk di dalamnya adalah termasuk proses produksi maupun distribusi game online atau video yang bersifat edukatif. 10. Seni pertunjukan, Termasuk di dalamnya adalah kegiatan kreatif seperti pertunjukan tarian tradisional, kontemporer, drama, musik tradisional, teater, opera, dan lain-lain. 11. Penerbitan dan percetakan, Sektor industri ini meliputi kegiatan yang berkaitan dengan penulisan atau penerbitan buku, majalah, koran, tabloid, portal, dan lain-lain. 12. Layanan komputer dan piranti lunak, Berkaitan dengan pengembangan teknologi informasi termasuk pengembangan software, desain arsitektur peranti lunak, web design, dan lain-lain. 13. Televisi dan radio, Termasuk di dalamnya adalah produksi dan penyiaran serta transmisi televisi dan radio. 14. Riset dan pengembangan, Sektor industri ini berkaitan dengan aktivitas untuk menemukan inovasi baru, metode baru, atau teknologi baru yang bisa menjadi solusi. (www.deperindag.go.id)  

Komodifikasi dalam Ekonomi Politik Industri Hiburan

Berbicara komodifikasi, tidak dapat dipisahkan dari prinsip dasar kapitalisme. Lekachman (2005) mengungkapkan bahwa terdapat tiga esensi dasar kapitalisme antara lain : 1. Modal. Modal adalah bagian kekayaan yang merupakan hasil karya manusia dan dapat diproduksi berulang ulang 2. Dibawah sistem kapitalis suatu perlengkapan modal, alat produksinya dimiliki oleh segelintir individu yang memmiliki hak legal untuk mempergunakan hak miliknya untuk meraup keuntungan pribadi. 3. Kapitalisme bergantung pada sistim pasar yang menentukan distribusi, mengalokasi sumberdaya sumberdaya dan menetapkan tingkat pendapatan, gaji, sewa dan keuntungan dari kelas sosial yang berbeda.

Kerangka ini juga menjelaskan bahwa pasar dalam sistem kapitalis merupakan sesuatu yang bebas, dan tidak ada kontrol dalam persaingan untuk menarik minat pembeli/konsumen, yang sebagian besar konsumennya adalah individu dan para pelaku bisnis lainnya.

1. Penjual, pembeli dan sistem harga. Sistem harga adalah arena untuk memperoleh keuntungan bagi para produsen, dan pemaksimalan kepuasan bagi para konsumen. Semua merespon gejala pasar. Penjual akan menambah barang ketika harga naik dan akan menguranginya saat harga turun.
 2. Demand and supply. Bisnis sangat terkait dengan dua prinsip utama perekonomian ini yaitu permintaan dan penawaran. Semakin tinggi permintaan makan produsen akan semakin gencar melakukan penawaran produk mereka dengan memasukan strategi bisnis dan unsur kreatifitas menggaet sebanyak mungkin konsumen. (Lekachman, 2005: 21-23)  

Komodifikasi

Menurut Mosco (1996:141) Komodifikasi dapat didefinisikan sebagai cara kapitalisme mencapai tujuan mengakumulasikan kapital atau merealisasikan nilai melalui transformasi dari penggunaan nilai-nilai kedalam pertukaran nilai-nilai. Seperti yang diketahui prinsip dasar kapitalisme adalah proses produksi-distribusi dan konsumsi, dalam proses tersebut yang dijadikan tujuan adalah tidak hanya “uses Values” dari proses konsumsi dari produksi namun juga melalui “Exchange Value” yang terjadi dalam proses pasar, yang dengan demikian profit sebagai upaya akumulasi kapital menjadi maksimal.

Maka dengan demikian komodifikasi adalah proses transformasi nilai guna menjadi nilai tukar. Dalam melakukan komodifikasi, tak lepas dari penggunaaan komoditi-komoditi. Dalamrpendapat bahwa terdapat dua dimensi umum mengenai hubungan antara komodifikasi dengan komunikasi, yaitu 1) Proses dan teknologi komunikasi memberi kontribusi terhadap proses umum komodifikasi dalam keseluruhan bidang ekonomi 2). Proses komodifikasi yang bekerja dalam masyarakat sebagai keseluruhan penetrasi proses dan institusi komunikasi, sehingga sehingga segala perbaikan dan kontradiksi dalam proses komodifikasi societal mempengaruhi komunikasi sebagai praktek sosial. Komodifikasi komunikasi menurut Mosco (1996:142-245) terdiri atas beberapa bantuk: 

Commodification Of Content Atau Komodifikasi Isi
Merupakan proses transformasi pesan dari sekumpulan data kedalam sistem makna dalam bentuk produk yang bisa dipasarkan. Sebagai contoh, paket produk yang dipasarkan oleh media massa dengan cara pemuatan tulisan seorang penulis, artikel dan iklan dalam suatu paket yang bisa dijual. Dalam hal ini, komunikasi dilihat sebagai komoditas yang kuat karena menghasilkan keuntungan. Media massa menjadi penting dalam proses komodifikasi karena menjadi tempat produksi komoditas dan berperan penting dalam periklanan. Bila komodifikasi isi berhasil, maka hasil komodifikasi tersebut dapat dijual pada khalayak, atau dengan kata lain mengakibatkan adanya surplus value. Luasnya realisasi surplus value tergatung dari sejumlah faktor dalam pekerja, konsumen, dan capital market  

The Audience Commodity atau Komodifikasi Audien
Proses komodifikasi tidak hanya melalui penciptaan ideologi melalui produk namun pada memproduksi konsumen. Dalam audience commodity, komodifikasi audience merupakan proses dimana media menghasilkan khalayak untuk kemudian ’menyerahkannya kepada pengiklan. Program-program media digunakan untuk menarik khalayak untuk kemudian pada gilirannya perusahaan yang hendak mengakses khalayak tersebut menyerahkan kompensasi material tertentu kepada media. Artinya, media memproduksi khalayak dan membawanya kepada pengiklan. Pemrograman media digunakan untuk mengkonstruksi khalayak, pengiklan membayar media untuk mendapatkan akses ke khalayak tersebut, dengan demikian khalayak tersebut kemudian dibawa kepada pengiklan.  

The Commodification of Labour
Ada dua hal yang relevan dalam komodifikasi tenaga kerja, yaitu : 1). Komodifikasi tenaga kerja mengacu pada penggunan sistem teknologi dan komunikasi untuk memperluas komodifikasi dalam keseluruhan proses kegiatan tenaga kerja, dengan peningkatan fleksibelitas dan kontrol bagi pekerja. 2) ekonomi politik juga mendeskripsikan proses ganda dimana pekerja dikomodifikasikan melalui proses produksi barang dan jasa. Komodifikasi tenaga kerja termasuk memetakan inti produksi, sejarah, dan khususnya bagaimana mentransformasikan proses tenaga kerja, dimana tenaga kerja dalam industri hal tersebut berbeda-beda sesuai dengan kelas, gender, dan ras.

Selain itu komodifikasi tenaga kerja juga mencakup penggunaan teknologi baru yang menambah komodifikasi proses tenaga kerja. Menurut Rusial (dalam mosco, 1996:159), adanya penggunaan teknologi baru mengakibatkan penurunan pekerjaan dalam industri dan merestrukturisasi kerja para editor dengan menggunakan laout elektronik atau pagination, sehingga mentransformasikan kerja reporter dengan alat elektronik. Adanya pertumbuhan divisi pekerja internasional mengakibatkan adanya perhatian lebih dalam internasionalisasi tenaga kerja. Hal tersebut memerlukan komunikasi yang baik, sehingga untuk mendukung hal tersebut diperlukan teknologi yang mengurangi hambatan integrasi pekerjaan.

Kapitalisme adalah sistem produksi yang menghasilkan komoditi-komoditi yang kemudian dipasarkan perusahaan pembuatnya dengan memaksimalkan keuntungan dalam rangka mengakumulasikan modal yang telah ditanamkan oleh kaum pemilik modal. Untuk menjaga kepentingannya, melakukan ekspansi investasi, dan mempertahankan kekuasaan ekonominya, para pemilik modal yang kuat akan berusaha mengkontrol lembaga-lembaga berpengaruh, seperti negara dan media.

Mekanisme produksi teks media dilihat sebagai bagian integral dari relasi ekonomi dalam struktur produksi. Secara umum, perspektif ekonomi politik media melihat bahwa terjadi “konspirasi besar” antara struktur modal dengan para pelaku media, sistem organisasi, dan etikanya. Arti dari konspirasi tersebut adalah bahwa telah terjadi konspirasi kepentingan saling menguntungkan antara sistem nilai kapitalisme – struktur capital dengan organisasi media yang ada. Keuntungan yang diambil dari persekongkolan adalah keuntungan sosial, politik, ekonomi, dan budaya.  

Budaya dan Kebudayaan

Budaya merupakan hasil akal budi manusia dalam interaksinya dengan lingkungan hidup sekitarnya. Berbagai pemikiran dan nilai terangkum dalam aksiologi (perwujudan fisik) yang sangat unik. Keunikan tersebut sangat erat kaitannya dengan perbedaan bentang geografis suatu masyarakat. Sejauh mana penyebaran suatu kebudayaan bisa dipantau dari keluasan cakupan geografis dari budaya yang seragam. Sehingga masyarakat dengan kondisi geografis yang sama bisa dipastikan memiliki kemiripan karakter budaya. E.B. Tylor (1871) mendefenisikan kebudayaan sebagai hal kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan –kemamapuan lain serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Dalam logika pemasaran dikemukan bahwa merek memiliki kekuatan misterius yang bisa menimbulkan fanatisme pada konsumen. Konsumen yang fanatik terhadap suatu merek tidak akan beralih pada merek lain sekalipun dengan tawaran harga yang lebih murah bahkan dengan kualitas yang lebih tinggi. Logika tersebut juga berlaku pada ikon-ikon kebudayaan, dimana ikon budaya yang unik akan mampu memikat hati masyarakat dan memiliki nilai jual tinggi (jika disandingkan dengan suatu produk) dibandingkan dengan ikon-ikon kebudayaan yang tidak unik. Terlepas dari salah dan benar bahwa komodifikasi kebudayaan multlak diperlukan.

Karena komodifikasi tersebut memberikan kontribusi ekonomis pada masyarakat, sehingga dengan sendirinya ada usaha-usaha untuk menjaga kelestarian kebudayaan tersebut. Secara beruntun hal tersebut dapat meningkatkan apresiasi terhadapa suatu kebudayaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia memiliki bentang geografis yang luas dan ribuan pulau yang unik. Masing-masing wilayah memiliki kebudayaan yang khas dan cenderung berbeda dengan wilayah lain. Keunikan ini sangat mungkin dikomodifikasikan, disamping karena kuantitas yang tinggi dari kebudayaan juga karena pengakuan masyarakat internasional (yang juga berarti respon baik dari calon konsumen).

Contoh nyata dari suatu negara yang berhasil dalam mengkomodifikasikan budaya adalah Jepang. Melalui industri komik dan film animasinya, Jepang menjadi salah satu pemimpin dalam industri budaya di tingkatan internasional. Misalnya saja serial komik dan animasi “Samurai X”. Tokoh Kensin Himura merupakan produk dari peristiwa politik Restorasi Meiji di Jepang serta kehidupan para Samurai yang unik. Kesemuanya itu sangat lekat dengan kehidupan social masyarakat Jepang tetapi sama sekali tidak berhubungan erat dengan keseharian masyarakat Indonesia. Akan tetapi, beberapa waktu yang lalu ketika serial ini mengalami booming di Indonesia, seolah-olah tokoh tersebut menjadi “dewa” baru yang “disembah” setiap waktu. Disembah melalui stiker, wallpaper, koleksi film, bahkan mengidentikkan diri seolah-olah seperti tokoh tersebut. Dalam arus komodifikasi budaya, serial ini telah sukses mempenetrasikan kebudayaan Jepang kepada masyarakat Indonesia sekaligus memberikan keuntungan finansial bagi para kreatornya.

Posisi Budaya dan Kebudayaan dalam Industri hiburan Indonesia sebagai National Identity

Siapa yang tidak kenal Bollywood? mengapa masyarakat dunia akhirnya mengenal Bollywood?? Jawabannya adalah budaya. Jika Hollywood menawarkan film dengan begitu banyak macam budaya dan mendewakan teknologi canggih, maka Bollywood selalu konsisten menawarkan film bernuansa budaya India yang sangat kental. Lalu bagaimana mungkin industri film lokal Bollywood bisa mendunia? Jawabannya adalah karena Bollywood dicintai oleh masyarakatnya sendiri. Terbukti bahwa kultur warisan budaya lokal tidak hanya dapat menjadi barrier di era modern saat ini, melainkan juga bisa berpotensi menjadi industri kreatif yang cukup menjanjikan.

Memang, pelestarian budaya sepenuhnya berada di tangan masyarakat itu sendiri. Jika masyarakat mencintai budaya mereka sendiri, maka budaya tersebut akan dapat bertahan meski diterjang oleh ombak modernisasi yang semakin kuat. Bagaimana dengan Budaya Indonesia? masyarakat Indonesia sebenarnya sangat menyadari bahwa negara ini adalah negara yang sangat kaya akan budaya khas, terbentang dari Sabang hingga Merauke. Permasalahannya adalah bagaimana kita mengemas budaya kita sendiri supaya tampil menarik di era modern ini. Saat ini budaya luar dengan mudahnya berasimilasi dengan budaya lokal Indonesia dan secara konsisten menggerus kebiasaan masyarakat hingga hilangnya local content yang murni dalam masyarakat.

Industri Kreatif adalah jawaban untuk membentuk wadah budaya dalam bentuk berbeda di era industri jasa ini. Pemilihan citra tradisional sebagai pantulan identitas keindonesiaan itu berelasi dengan proses konsumsi simbolis yang menjadi salah satu tanda penting dari tumbuhnya budaya konsumen (consumer culture) seiring dengan terbentuknya ruang sosial global. Dalam proses konsumsi simbolis, nilai-nilai simbolis dari suatu produk dan/ atau praktik hidup dianggap jauh lebih penting daripada nilai fungsionalnya. Proses konsumsi simbolis hakikatnya merupakan bagian dari proses pemben-tukan identitas, sebab interpretasi terhadap nilai-nilai simbolis ditentukan oleh perbedaan kelas sosial. Oleh karena itu, ba-rang yang dikonsumsi kemudian juga dapat merepresentasi-kan kehadiran dan citra seseorang atau suatu komunitas (Abdullah, 2006:34-35).

Contohnya, salah satu kesenian Indonesia yang sangat di gemari negara luar adalah pagelaran wayang kulit purwa. UNESCO menganugerahkan penghargaan untuk wayang kulit purwa sebagai The Master-piece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Penghargaan dari badan dunia itu didasarkan pada penilaian bahwa wayang kulit purwa mempunyai kandungan filsafat hidup yang bernilai tinggi (Warsito dan Kartikasari, 2007: 175-176). Fakta ini menunjukkan bahwa ‘nilai tinggi’ kebudayaan Indonesia tidak sekadar ditakar dengan merujuk pada kandungan filosofis atau kearifan tradisional seperti telah disebutkan di muka, tetapi dapat dilihat pula dari nilai rupiah atau harga jualnya.

Komodifikasi budaya menjadi tampak begitu nyata. Oleh sebab itu, pemberian penghargaan atas status kebudayaan Indonesia sebagai kebudayaan yang bernilai tinggi pun lalu berfungsi sebagai semacam iklan yang dapat mendongkrak penjualan produk-produk kebudayaan yang telah direproduksi dengan kemasan baru yang melibatkan teknologi rekam audio-visual.  

Komodifikasi, Use Value to Exchange Value

Kekayaan sumber daya alam bisa habis dieksploitasi, tetapi kekayaan yang berupa kebudayaan tidak akan habis bila terus digali sekalipun. Makin dalam penggalian itu, makin kaya khazanah kebudayaan nasional, termasuk tradisi lisan. Tradisi ini bisa menjadi deposit industri kreatif. Era globalisasi tantangannya adalah bagaimana kekayaan kultural bangsa tidak tergerus, bahkan bisa terus berkembang seiring dengan

perkembangan zaman. Terlebih ketika menghadapi gelombang keempat dari peradaban umat manusia posisi Indonesia sangat penting. peradaban ekonomi kreatif, Indonesia memiliki sumber melimpah dengan deposit budaya. Warisan budaya ini harus dijaga dan dilindungi demi harkat dan harga diri bangsa, tetapi dari segi profan ia dapat diolah hingga dapat memberi nilai tambah yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Indonesia adalah negara kepulauan yang besar, terdiri atas 17.504 pulau dengan keragaman dan kekayaan budaya bangsa. Terdapat 1.068 suku bangsa, dan berkomunikasi dengan 665 bahasa daerah di seluruh Nusantara. Indonesia dikaruniai iklim subtropis yang bersahabat, tanah yang subur, serta alam yang sangat indah. Selain itu, Indonesia kaya dengan spesies langka flora dan fauna mencakup mamalia, kupu-kupu, reptil, burung, unggas, dan amfibi berjumlah 3.025 spesies. Tumbuhan yang hidup di Indonesia berjumlah sekitar 47.000 spesies atau setara dengan 12 persen dari seluruh spesies tumbuhan di dunia.

Dalam bidang seni dan budaya terdapat sedikitnya 300 gaya tari tradisional yang berasal dari Sabang sampai Merauke. Indonesia memiliki potensi kekayaan seni budaya yang beragam sebagai fondasi tumbuhnya industri kreatif. Keragaman budaya itu sendiri sebagai bahan baku industri kreatif, munculnya aneka ragam kerajinan dan berbagai produk Indonesia, memunculkan juga berbagai bakat (talent) dari masyarakat Indonesia di bidang industri kreatif. Di sisi lain, industri kreatif berbasis pada sumber daya yang terbarukan, menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa serta memberikan dampak sosial yang positif.

Daya yang paling penting saat ini adalah tumbuhnya kekuatan ide. Itulah sebabnya, sebagian besar tenaga kerja kini berada pada sektor jasa atau menghasilkan produk abstrak, seperti data, software, berita, hiburan, periklanan, dan lain-lain. Dalam Ekonomi Kreatif, hak milik intelektual yang paling penting bukanlah software, musik atau film, tetapi apa yang berada di dalam kepala karyawan. Ketika aset berupa benda fisik, seperti batu bara, misalnya, pemegang saham memiliki seluruhnya. Tetapi kalau aset terpenting adalah orang, mereka tidak sepenuhnya memiliki karena berada di orang tersebut. Bila orang tersebut pindah, maka mereka akan membawa serta aset-aset berupa ide. Yang terbaik yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah menciptakan lingkungan yang bisa membuat orang terbaik tetap betah. Aset yang sebenarnya adalah ide.

Kesimpulan

Kita pernah sangat merasakan gelombang budaya pop kreatif asing yang masuk ke Indonesia, dengan berbagai bentuk dan berasal dari berbagai negara. Budaya Amerika dengan produk/label/icon budaya materialisnya, Eropa dengan nilai estetika dan seninya, Jepang dengan budaya populer remaja, drama-drama Korea, film Taiwan, kartun dan animasi Jepang, yang nyatanya sangat digemari penduduk Indonesia. Bahkan yang terbaru adalah produk budaya Malaysia yang terbilang cukup kreatif dalam seni animasi, seperti serial kartun Upin dan Ipin, yang berbasis pada budaya melayu yang sangat normatik. Mereka adalah contoh kesuksesan pencipta inovasi berbasis budaya, adat dan istiadat daerah. Masa seperti ini telah diprediksi sebagai lanjutan Ekonomi gelombang ketiga yang diperkenalkan Alfin Toffler. bila masa sebelumnya millenium dunia diisi dengan basis ekonomi teknologi informasi, maka gelombang selanjutnya diprediksi sebagai perekonomian berbasis jasa, ide, inovasi, kreatifitas, dan kecakapan melihat peluang menjadi produk yang dapat bernilai jual. tidak lagi terbatas pada barang, tetapi juga menawarkan jasa kreatif, program televisi, film, ataupun pariwisata. Menciptakan peluang ekonomi kreatif yang mandiri adalah kunci untuk meraih masa depan yang berbasis ide dan inovasi. Inovasi merupakan bahan baku tak terkira yang dapat bereksplorasi dalam semua lini kehidupan. Bagi bangsa plural seperti Indonesia, hal ini berarti eksploitasi seni, budaya dan kebudayaan akan menjadi sangat kompleks dan beraneka bentuk, tidak akan habis untuk dikomodifikasi dan dikemas dalam sebuah ide untuk dijual. Budaya akan menjadi hal yang sangat menarik untuk dikemas dan diperkenalkan pada Dunia sebagai identitas bagsa Indonesia, seperti gagasan Yayasan Indonesia Forum yang mengharapakan pada tahun 2030 Indonesia mampu unggul di segala bidang termasuk dalam pelestarian budaya dan kebudayaan agar menjadi identitas yang melekat dalam setiap produk Indonesia, baik barang atau jasa.

4 komentar:

Andini mengatakan...

wadooh, kepanjangan niy mba.. *ijin copaste yak,, ehehe,, tengkyu

manusia_pembelajar mengatakan...

Aslm....
bagus artikelnya mbak, izin copi pait untuk tambahan ref TA, sukur2 klo mbaknya mau meluangkan waktu buat bantu saya....

Refi mengatakan...

sok atuh, silahkan,, kalo ada pertanyaan sila via japri ajja, sebisanya saya bantu, thxs :)

Mr.Arevin mengatakan...

Sebagus dan sepanjang ini, Sayangnya koq gak pake daftar bacaan (referensi) ya?!?