Kajian Media
dan Minoritas
Ling Woo Dalam Konteks Historis
Wajah Baru Stereotype Asian-American di Televisi
Dalam media
kontemporer, representasi Asia Amerika masih terbilang jarang. Walaupun mereka meliputi 3,6% populasi di
Amerika, hanya 0,8% karakter Asia Amerika di TV pada periode 1991-1992 dan 1,3%
di tahun 1994-1997, dan mayoritas peran yang ditampilkan adalah sebagai peran
pelengkap. Pada tahun 2000-2001 karakter Asia-Amerika mulai meningkat, namun
underrepresentasi dan stereotype tetap berlaku.
Peran ini
mulai terlihat saat Lucy Liu menjadi bintang orang Asia Amerika yang paling
menyita perhatian publik saat ia berperan sebagai Ling Woo seorang pengacara
keturunan Cina Amerika dalam serial Ally
McBeal. Ia juga memasuki layar lebar sebagai salah satu tokoh sentral dalam
film Charlie’s Angel.
Bila melihat
penampilan Lucy Liu dalam film Payback
dan Charlie’s Angel, kita dapat
melihat karakter Ling Woo yang diperankannya. Karakter Ling adalah wanita asia
yang kuat, berbicara dengan terbuka, memiliki pendapat sendiri dan terbuka
terhadap seksualitasnya. Hal ini tidak seperti karakter wanita Asia yang baru
datang di Amerika yang umumnya hanya sedikit berbicara, terutama dalam bahasa
Inggris.
Ling memiliki
artikulasi yang baik dalam peranyya sebagai seorang pengacara. Dan yang paling
penting tokoh Ling menghancurkan stereotype “boneka keramik cina” terhadap para
perempuan asia yang bersikap tunduk, lemah dan tenang/tidak banyak bicara. Ia
menampilkan kecantikan perempuan asia, yang tidak berambut pirang dan bermata biru seperti standar kecantikan kulit
putih.
Karakter ini
kemudian menimbulakn pertanyaan, apakah Ling benar-benar telah mematahkan
stereotype tersebut atau sesungguhnya justru menguatkan mereka? Untuk menjawab
pertanyaan ini, Elaine Kim menekankan bahwa "kita harus menempatkan Ling dalam
konteks sejarah, sedikitnya 100 tahun tentang sejarah sexualisasi wanita-wanita
orang asia”.
Historis
Dalam rentang
tahun 1840 hingga 1930an, banyak imigran yang berasal dari Cina, Jepang, Korea,
Filiphin, dan India datang ke Amerika dan menjadi pekerja-pekerja murah. Hukum
keimigrasian pada masa itu memperkejakan mereka dengan sementara, dapat
diperjualbelikan dan dieksploiatasi, dan melarang masuknya keluarga mereka yang
berasal dari Asia karena ditakutkan akan terjadi pertumbuhan yang permanen.
Resesi
ekonomi kemudian menggerakan perlawanan terhadap imigran Asia. Kongres
meluluskan aksi Eksklusi terhadap orang Cina pada tahun 1882, dan pada tahun
1924 menghalangi semua orang dari Asia untuk berimigrasi ke Amerika.
Sejarah
imigrasi tersebut dapat membantu menjelaskan mengapa Pria Asia Amerika terlihat
hingga saat ini menyimpang secara seksual, bertentangan, baik aseksual ataupun
menjadi ancaman perkosaan bagi perempuan berkulit putih. Pra perang dunia II,
pria asia amerika membentuk kekuatan untuk membentuk “bachelor societies”
karena ketidak tersediaan perempuan dari ras mereka. Hukum anti pernikahan
antar suku bangsa melarang mereka untuk menikah dengan perempuan kulit putih.
Pria
cina dianggap sebagai ancaman dan memiliki ketidak disiplinan dan libido yang
berbahaya. Media menjadi “piranti ideologis negara” untuk menguatkan hegemoni
dan mengabadikan stereotype pria Asia Amerika dan mengaburkan kenyataan sejarah
yang mencegah banyak pria Asia Amerika untuk memiliki keluarga dan terikat
pernikahan sebelum perang dunia ke II.
Dalam
menampilkan pria asia amerika sebagai “orang kasim” media membantu pandanagan masyarakat serta budaya
penindasan yang tidak terlihat. Secara klise, pengkebirian stereotypes dengan
memasukan karakter Charlie Chan dan Fu Manchu, sebagai lambang yang sangat
berpengaruh luas selama hampir separuh abad. Karakter detektif Charlie Chan,
dikembangkan novelis Earl Derr Biggers pada tahun 1925-1932 dan menjadi film di
televisi pada tahun 1981.
Pelemahan
pria asia amerika berlangsung hingga saat ini dalam bentuk “anak remaja Asia
Amerika yang jenius dalam matematika dan brilian sebagai ilmuan bagi mereka
yang menggunakanbahasa inggris”. Kung Fu selalu dimainkan oleh aktor cina
seperti Jet Lee dan Jacky Chan, dapat melakukan berbagai tendangan, tapi hampir
tidak pernah memerankan peran yang penuh kasih dan romantis.
Namun
stereotype perempuan Asia Amerika justru berbeda. Bila pria digambarkan
aseksual, anak perempuannya digambarkan sebagai hyperseksual. Hal ini berakar
dari praktek-praktek imigrasi. Saat pria asia amerika tidak diizinkan untuk
menikah dan membentuk keluarga, mereka mencari penyaluran seksual dari rumah
pelacuran. Diperkirakan pada tahun 1870, 61% dari 3.536 perempuan cina di California
menjadi pelacur.
Stereotype perempuan
asia sebagai hyper seks kemudian dalam buday populer semakin diperkuat oleh
militer AS yang ditempatkan dibeberpa negara asia. Mereka semakin mengembangkan
persepsi perempuan asia sebagai pelacur, bargirls dan geisha. Hal ini banyak ditemui
dalam penggambaran film perang Asia di masa kini. karena itu, pria asia amerika
yang aseksual dan perempuan asia amerika yang hyperseksual berfungsi untuk
menekankan kekuatan dan keunggulan orang orang kulit putih.
Budaya pop
amerika secara umum berpusat pada dominasi pria, dan perempuan asia amerika
tidak terlalu terlihat dibandingkan pria asia amerika. Aktor perempuan Asia
amerika memainkan peran yang sempit. Contoh type yang dirangkum dalam perannya
terdiri dari beberpa type:
type the
lotus blossom baby digambarkan sebagai china doll, geisha girl, kecantikan
polynesian/pemalu, feminin, pendamping,
dan sebagai seksual romantic object.
type dragon
lady digambarkan sebagai perempuan yang licik, kejam, jahat, pelacur, germo,
dan setan.
Peran ini
dimainkan Anna May Wong dalam Thief Of Baghdad (1924). Namun kedua peran lotus
dan dragon sama-sama sebagai hyperseksual, namun blossom tunduk dan pasif dan
dragon sebagai sosok agresif yang membawa bahaya.
Tajima (1989)
memberikan dua poin perbedaan antara hubungan karakter perempuan asia amerika
dalam budaya populer dengan orang kulit putih dan dengan orang yang berasal
dari ras mereka. Ia menyatakan bahwa sangat jarang ditampilkan hubungan
percintaan antar perempuan dan pria asia amerika di depan layar, apalagi dengan
perempuan kulit putih, sebab dapat memecahkan hegemoni pria kulit putih.
Dalam bentuk
lain memasangkan pria kulit pitih dengan perempuan oriental adalah alamiah dan
merupakan akal kolonialisme, bentuk dari “pengamanan” naratif. Dominasi barat
dalam narasi romantisme dan seksualitas kemudian membenarkan harta pria kulit
putih adalah tubuh perempuan kulit berwarna. Hubungan romantisme antara pria
kulit putih dengan perempuan asia selalu berbeda dan tergantung dengan penuh
pada pengabdian dan penundukan, jiwa dan raga.
Madame
Butterfly merupakan simbol feminitas oriental. Cerita ini tentang Pinkerton
pegawai stasiun kelautan di nagasaki yang terlibat percintaan dengan pelacur
lokal cho-cho san dan memiliki anak. Pinkerton kembali ke AS dan menikah dengan
wanita kulit putih. Ia kemudian kembali ke Jepang dengan istrinya untuk
mengambil anaknya dan menamabah penderitaan cho-cho san. Karena patah hati ia
memutuskan untuk bunuh diri. Karakter ini banyak muncul dalam berbagai film
Jepang lainnya.
Madame butterfly
menyimbolkan dan membenarkan penundukan oleh dominasi patriakhi barat dalam
membentuk sifat rendah diri yang dinetralkan, dedikasi tanpa pamrih dan
pengorbanan
.
Ally Mc Beal
Serial Ally Mcbeal
dan tokoh Ally yang dimainkan oleh Calista Flockhart, menempatkan ia sebagai
bentuk postfeminist. Serial ini dipenuhi dengan tokoh pengacara muda dalam
sebuah firma hukum disekitar Ally, dimana para mitra dan rekan kerja mereka
membicarakan seks lebih dari pekerjaan. Pada tahun 1999 penonton serial ini
mencapai 14,8 juta penonton.
Mereka dibagi
melalui kritik sebagai penyuka dan tidak suka terhadap serial ini. Bellafante
(1998) mengungkapkan Ally McBeal merepresentasikan “segala sesuatu tentang aku”
bentuk dari feminisme. Bila tahun 60 hingga 70an feminisme sangat terpengaruh dengan
perubahan sosial , maka femisnis masa sekarang meningkat pada kultur
kemasyuran/celebrity dan obsesi diri.
Shalit
(1998)menyebut Ally Mc Beal sebagai “do-me feminist” yaitu berani, menarik dan
mengairahkan. Ia mewaspadai hal yang muncul dari ras, kelas, dan gender, dan
mengetahui bahwa feminisme aman untuk wanita-wanita yang mencintai dan
bermandikan busa dan memiliki perlengkapan-perlengkapan perempuan, bahwa
ideologi yang benar dan seks terbaik bukanlah saling mengeksklusifkan.
Ia menyadari
dirinya cerdas, dan ambisius seperti pria, tapi teetap bangga menjadi anak
perempuan yang girlish. Serial ini
menggambarkan kehidupan nyata wanita yang bekerja , menginginkan kebebasan
seksual, dan persamaan gender. Kebanyakan film mengangkat karakter perempuan dari
pandangan maskulin, namun serial Ally justru sebaliknya.
Diluar
perdebatan tentang isu gender, dalam serial ini juga dapat terlihat dimensi
rasial dalam karakter Ling Woo yang berdiri diluar konteks kecantikan umum
wanita blonde, tidak hanya melalui penampilannya, tapi juga dari caranya
memunculkan suatu sejarah simbolis baru terhadap perempuan Asia Amerika.
Ling
digambarkan sebagai perempuan asia amerika yang kuat, tidak sopan, agresif,
berlidah tajam, dan manipulatif. Ia menghancurkan stereotype ‘China doll”, dia
tidak pamrih dan tidak tunduk. Ia lebih seperti naga perempuan, dengan
geraman-geraman seperti binatang, mengelurkan nafas api pada Ally, dan berjalan
di kantornya dengan musik Witchked Witch of the west in the wizard of oz. namun
yang membuat berbeda adalah pembentukan aura seksual yang sangat berbeda di
sekitarnya. Pada kenyataannya produser serial ini david kelly, membangun
karakter khusus untuk Lucy Liu setelah tidak berhasil memerankan peran Nell. Ling
juga seksualized dan objektif terhadap dirinya sendiri. Hampir semua karakter
dalam film ini sex-hungry, Ling tetap berada di luar kekusutan pilihan seksual.
Dalam saah
satu adegan Ling mencium Ally sebgai scene godaan lesbian. Konsisten dengan representasi perempuan Asia
Amerika, Ling tidak pernah digambarkan menjalin hubungan dengan pria Asia berkulit kuning, ia memiliki
hubungan dnegan pria kulit putih, dan juga kulit hitam. Dalam hal ini sejarah
Hollywood tetap mengkebiri pria asia amerika dan menetapkan stereotype
hypersexual terhadap perempuan asia amerika, yang juga hidup dalam Ally McBeal.
Kontroversi
yang muncul adalah kemampuan karakter ini mendobrak stereotype tunduk dan diam
yang dimiliki perempuan asia amerika. Namun melihat resiko lebih jauh melalui
studi komprehensif karakter asia amerika di TV menyebut Ling sebagai “figur
fantasi masturbasi oriental”.
Helen Liu,
konsultan media Asia Amerika mengungkapkan bahwa orang memandang Ling bukan
sebagai pusat kekuasaan namun karena kualitas stereotypenya. Walaupun menjadi
problematic, komentar-komentar sentimen mengungkapkan bahwa hal ini lebih baik
dari pada tidak sama sekali, hal ini jauh lebih baik dan Ling manjadi malaikat
asia Amerika, yang tidak dapat terjadi pada tahun 70an.
Hal
ini berbeda bila membaca karakter Ling yang menunjukkan sifat polysemic dari
teks media (Fiske,1986) seperti juga perbedaan tingkat pengetahuan sekitar
konteks sejarah dalam membaca penyajian orang asia amerika. pesan dari karakter
"tergantung sebagian besar pada apa yang penonton bawa sat menonton"
dan bahwa pendengar membuat dan memberi hambatan sekali pun mereka seorang
penggemar (Jenkins,1995).
Riset
sangat dibutuhkan untuk dapat menjadi jembatan pengujian penyajian orang asia
amerika dengan satu analisa tentang bagaimana penyajian tersebut benar-benar
mempengaruhi kelompok orang asia ataupun rasial lain. wawancara-wawancara
Etnographic dan kelompok-kelompok kecil akan menjadi sanngat bermanfaat dalam
menyelidiki ketegangan antara hegemony media dan otonomi penonton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar